SUARA-SUARA KELEDAI

Pemimpin yang Tuhan 



SUARA-SUARA KELEDAI
Emha Ainun Nadjib

Alih-alih berpuasa Ramadhan menuju harapan surga, rasanya saya sedang dihukum oleh Allah. selama hidup, saya hanya membaca 5 buku. lantas saya melakukan hal yang mustahil: mengetik ribuan tulisan, menerbitkan hampir 100 buku, menulis Daur hingga 309 + 124 tulisan hari ini di caknun.com,  ditambah rutin "wedang uwuh", "Lubuk",  "Bongkah", ataupun tentatif "asepi" Khazanah, wong2an. belum yang lepas lepas darurat.

Mustahil dalam arti orang menulis berharap untuk dibaca. "siapa berbuat sezarah kebaikan akan mendapatkan imbalannya, siapa melakukan sedebu kejahatan akan memperoleh balasannya", kata Allah. Dan dengan hanya pernah membaca 5 buku saya berharap orang membaca jutaan huruf yang pernah saya ketik? Hidayah Tuhan saja tidak diprimerkan, kok saya berharap manusia meng-iqra-i tulisan saya.
Allah kasih "juklak juknis". Dan Sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. sesungguhnya seburuk buruk suara adalah suara keledai". Saya belum pernah menemukan contoh seburuk buruk suara yang dimaksud Tuhan itu selain tulisan-tulisan saya sendiri. Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan akulah Abu Lahab itu. Dan allahuakbar, besok pagi orang menyapa, hab, mau kemana elu Hab".

Aslinya kali ini saya berniat menuliskan hasil halaqah imajiner dengan Nabi Hud, Nabi Shaleh, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, serta sejumlah nabi lain pada zaman Allah menurunkan bencana bencana dahsyat: banjir bah, gempa dahsyat, badai es atau pageblug besar.  Kaitanya dengan peta kausalitas sejarah dan nasib NKRI hari ini dan esok. Termasuk 2 tahun kosong bencana misterius penguburan peradaban besar-besaran, penyembunyian sejarah hampir total menjelang abad ke-14 di pulau yang kini kita huni dengan plola plolo.

Hati saya memberi judul halaqah itu "Kalau kekasih disakiti" tulisan itu dibantah oleh pikiran saya. "Orang akan makin tidak paham" katanya,
nanti disangka judul sinetron India. Namum hati saya bersikukuh. Dan tak ada kompromi di antara mereka. Maka akhirnya tulisan ini yang saya ketik.

Memang pikiran saya bisa di pahami. Lha bagaimana, sekarang ini kalau orang mau mempelajari lembu, ke perpustakaannya surah Al-Baqarah. Meneliti lebah baca an-nahl. Surah an-naml di sangka teks tentang semut. Mempelajari keikhlasan buka surat Al ikhlas,dan bingung tidak ada kata ikhlas di ayat ayatnya.

Ketika pikiran saya bermaksud menjelaskan beda antara pola dan sistem narasi kitab suci dan disertai akademik Doktor, mozaik, titik, garis, lekukan, lipatan, tikungan, spiral, oval, siklikal, lingkaran, bulatan, cekungan, cembungan, luar di dalam, dalam di luar, mikro dalam macro, macro dalam mikro, dan macam-macam lagi. Hati saya ngambek, nggak usah nambah perkara, bangsa ini sudah tergeletak kelelahan oleh terlalu banyak masalah.

saya bilang "ketika dokter mengobati, jangan ada ide uang dan bayaran" diartikan "berobat boleh gratis" kalau mengajar, guru harus berniat pendidikan, bukan berkemauan mencari uang. tetapi dimaknai "wajar gaji guru sangat rendah". "Wala tamnun tastaktsir" atau "jangan memberi dengan mengharapkan imbalan berlipat ganda" ditafsirkan menjadi "muslim harus ikhlas miskin".

"utamanya rindu jumpa Allah, bukan cari keuntungan surga" dituduh melecehkan surga. Tidak ada obat diprosone di apotek situ terus saya bilang tadi ban motor saya nggembos di depan Apotek Ketika saya beli diprosone. Para pendengar hanya fokus ke ban nggembos sehingga tidak memperoleh informasi baru tentang diprosone.

Bikin tulisan "Najwa menanti Syaikhoh" disangka reportase infotainment. "Puasa ibunda" dipahami sebagai kisah pada masa kanak-kanak. "Rindu menyatu" dianggap cerpen remaja. "Summum bukmun" ditepis sok Arab. "NKRI patigeni" dipikir pelajaran nyantet. Saya bilang "saya ndak bisa naik sepeda" di simpulkan apa lagi nyetir mobil. "Berat hati dan tidak tegaan" diasumsikan sebagai artikel psikologi. "Kita Indonesia kita Pancasila" dikutip oleh media menjadi kami Indonesia kami Pancasila.

Wartawannya alumnus we University sehingga tidak bisa memilah beda antara kami dan kita.  Ketika buka puasa saya tidak suka makanan yang susah memakannya, misalnya daging, harus nyakot banyak slilit pula, saya tempe tahu saja. Dikutip, Emha: saya anti daging.

Dahulu saya pikir saya seorang bapak yang bersama anak saya berjalan menuntun keledai. Orang berkomentar "bapak anak sama-sama pekok, punya keledai kok nggak dinaiki. Akhirnya anak saya menaiki keledai, saya berjalan menuntunnya, Orang mencela "anak tidak tahu diri, bapaknya disuruh jalan dia enak enak naik keledai". Kami gantian dan dikecam Bapak fasis, diktator, anaknya disuruh jalan dia leha-leha nunggang keledai, di buli juga. Kejam pada binatang, satu keledai dinaiki dua orang. Kemudian kami berjalan memanggul keledai dan ditertawakan oleh setiap orang yang berpapasan.

Akan tetapi, kami bertahan memanggul keledai. Tidak pakai alasan argumentasi, filosofi, ideologi, tidak pakai pernyataan "saya manusia, saya penyayang binatang" kalau ada yang berkomentar lagi, kami langsung mbeker persis keledai. Semoga semua penduduk bumi yakin bahwa kami berdua adalah keledai sedangkan yang kami tuntun adalah manusia.


Suara suara keledai 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Subjektivisme bawa Karaeng 2

SHUMMUN BUKMUN