Subjektivisme bawakaraeng (2) Emha Ainun Nadjib Tak apa tiap hari makan tempe. Yang penting anggap saja makan daging. Tak apa tiap hari minum air sumur. Yang penting anggap saja minum susu atau setidaknya minum Aqua. Tak apa melarat, asal merasa kaya. Tak apa sedih, asal merasa bahagia. Subjektivisme macam ini terkadang fatal, terkadang tidak. Orang yang sudah matang hidupnya dan sudah menggengam inti hidup mampu berbahagia tanpa bahan atau fasilitas kebahagiaan. Sekali waktu kita menyangka alat kebahagiaan ialah, misalnya, disayangi istri, bisa punya rumah sendiri, bisa tukar tambah mobil baru, dapat SOB, kesebelasan favorit kita menang, atau apa saja. Nafkah wajib dicari, rumah kalau bisa punya sendiri, istri ya yang cantik dan kepribadian bersih, syukur-syukur ada rejeki nomplok yang lain. Tapi kalau terpaksanya tak mendapatkan hal-hal itu, orang bisa saja tetap bahagia. Dengan kata lain: kebahagiaan tetap saja bisa datang. Kebahagiaan itu makhluk Tuhan ya...
Komentar
Posting Komentar